Selasa, 27 April 2010

Hiperemesis Gravidarum

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hiperemesis Gravidarum
Hyperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Mochtar, 1998).
Melalui muntah dikeluarkan sebagian cairan lambung elektrolit, natrium, kalium dan kalsium. Penurunan kalium akan menambah berat badannya muntah sehingga makin berkurang kalium dan keseimbangan tubuh serta makin menambah berat terjadinya muntah.
Muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh makin berkurang sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) yang dapat memperlambat peredaran darah yang berarti konsumsi O2 dan makanan ke jaringan berkurang, kekurangan makanan dan O2 ke jaringan dapat menambah beratnya keadaan janin dan wanita hamil.
B. Penyebab
Kejadian hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa faktor predisposisi dapat djabarkan sebagai berikut :


1. Faktor predisposisi dan hormonal
Pada wanita hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi hiperemesis gravidarum. Dapat dimasukkan dalam ruang lingkup faktor adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia. Wanita primigravida dan hamil mola hidatidosa. Sebagian kecil primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan khorionik gonadhotropin. Sedangkan pada hamil ganda dan mola hidatidosa jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan hiperemesis gravidarum.
2. Faktor psikologis
Hubungan faktor psikologis dengan kejadian hiperemesis gravidarum belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita menolak hamil, takut kehilangan pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami dan sebagainya diduga dapat menjadi faktor kejadian hiperemesis gravidarum. Dengan perubahan suasana dan masuk rumah sakit penderitaanya dapat berkurang sampai menghilang.
3. Faktor alergi
Pada kehamilan, dimana diduga terjadi invansi jaringa villi khorealis yang masuk kedalam peredaran darah ibu, maka faktor alergi dianggap dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum.
4. Faktor endokrin misalnya seperti hipertiroid, diabetes dan lain-lain.



C. Gejala klinis
Sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas, tetapi muntah menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah memerlukan penanganan yang intensif.
Gambaran gejala hyperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi tiga tingkat :
1. Hyperemesis gravidarum tingkat pertama
a) Muntah berlangsung terus menerus
b) Makan berkurang
c) Berat badan menurun
d) Kulit dehidrasi-tonusnya lemah
e) Nyeri didaerah epigastrium
f) Tekanan darah turun dan nadi meningkat
g) Lidah kering
h) Mata tampak cekung
2. Hyperemesis gravidarum tingkat kedua
a) Penderita tampak lebih lemah
b) Gejala dehidrasi makin tampak mata cekung
c) Tekanan darah turun dan nadi meningkat
d) Berat badan makin menurun
e) Mata ikterik
f) Gejala hemokonsentrasi makin tampak
g) Gangguan buang air besar
h) Nafas berbau aseton
3. Hyperemesis gravidarum tingkat ketiga
a) Muntah berkurang
b) Keadaan umum wanita makin menurun tekanan darah turun
c) Nadi meningkat dan suhu naik
d) Gangguan faal hati terjadi pada manifestasi ikterus
e) Gangguan kesadaran dalam bentuk samnolen atau koma

D. Diagnosis
Menetapkan kejadian hyperemesis gravidarum tidak sukar dengan menentukan kehamilan, muntah yang berlebihan sampai menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi. Muntah terus menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim dengan manifestasi kliniknya. Oleh karena itu, hyperemesis gravidarum berkelanjutan harus dapat dicegah dan harus mendapat penanganan adekuat.
Kemungkinan penyakit lain yang menyertai kehamilan harus berkonsultasi dengan dokter misalnya penyakit hati, ginjal dan penyakit tukak lambung. Pemeriksaan laboratorium dapat membedakan ketiga kemungkinan hamil yang disertai penyakit.

E. Patologi
Dari otopsi wanita yang meninggal karena hyperemesis gravidarum, diperoleh keterangan bahwa terjadi kelainan pada organ tubuh sebagai berikut:
1. Hepar, pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis.
2. Jantung, menjadi lebih kecil daripada biasa dan berat atrofi. Ini sejalan dengan lamanya penyakit kadang-kadang ditemukan perdarahan sub-endokardial.
3. Otak, terdapat bercak perdarahan pada otak.
4. Ginjal, tampak pucat degenerasi lemak tubuli kontorti.

F. Penanganan
Konsep penanganan hiperemesis gravidarum yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Isolasi dan pengobatan psikologis
Dengan melakukan isolasi di ruangan sudah dapat meringankan wanita hamil karena perubahan suasana dari lingkungan rumah tangga. Petugas dan berkomunikasi serta memberikan informasi dan edukasi mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan kehamilan.
2. Pemberian cairan pengganti
Dalam keadaan darurat diberikan cairan pengganti sehingga keadaan dehidrasi dapat diatasi, cairan pengganti yang diberikan adalah glukosa 5-10% dengan keuntungan dapat mengganti cairan yang hilang dan berfungsi sebagai sumber lemak dan protein menuju kearah pemecahan glukosa, dalam cairan dapat ditambah dengan vitamin B kompleks atau kalium yang diperlukan untuk keseimbangan cairan yang masuk dan keluar melalui kateter, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan. Lancarnya pengeluaran urin memberikan petunjuk bahwa keadaan wanita hamil berangsur-angsur membaik.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dara, urin dan bila mungkin fungsi hati dan ginjal. Bila keadaan muntah berkurang, kesadaran membaik, wanita hamil dapat diberikan makan, minum dan mobilisasi.
3. Obat yang diberikan
Memberikan obat pada pasien hiperemesis gravidarum sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sehingga dapat dipilih obat yang baik yang tidak bersifat teratogenik (dapat menyebabkan kelaian kogenital cacat bawaan bayi).
a) Sedatif ringan : phenobarbital (luminal) 30 mg, valium.
b) Anti alergi : anti histamin, pramamin, avomin.
c) Obat anti mual muntah : mediamer B6, emerole, stimetil, avopreg.
4. Menghentikan kehamilan
Pada beberapa kasus pengobatan hiperemesis gravidarum tidak berhasil malah terjadi kemunduran dan keadaan semakin menurun sehingga dilakukan pertimbangan untuk melakukan gugur kandung. Keadaan yang memerlukan pertimbangan gugur kandung diantaranya :
a) Gangguan jiwa
1) Delirium
2) Apatis, samnolen hingga koma
3) Terjadi gangguan jiwa ensekfalopati wernickle
b) Gangguan penglihatan
1) Perdarahan retina
2) Kemunduran penglihatan
c) Gangguan faal
1) Hati ikterus
2) Ginjal dalam bentuk anuria
3) Jantung, pembuluh darah, nadi meningkat
4) Tekanan darah menurun

DAFTAR PUSTAKA

Ida Bagus Gde Manuaba.1998. “Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan”. Jakarta : EGC.
Mouchtar Rustam. 1998. “Sinopsis Obstetri”. Jakarta : EGC.
Prawiroharjo Sarwono. 2005. “lmu kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Makalah ASKEB I

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Asuhan kehamilan adalah asuhan yang diberikan pada ibu hamil mulai konsepsi sampai dengan bayi lahir dengan selamat. Asuhan kehamilan dilakukan sejak ibu terlambat haid, sejak ibu merasa hamil dan sejak ibu pasti hamil. (Purwita, 2009).
Diagnosa kehamilan pada trimester pertama dan trimester kedua didasarkan pada presumsi dan tanda kehamilan yang mungkin. Kehamilan terlihat ketika terdapat tanda-tanda positif yang dapat diamati. Sejarah, fisik pelvic dan penemuan laboratorium yang mendasari data itu digunakan untuk membuat suati hasil diagnoda kehamilan secara rinci dihubungkan dengan presumsi, kemungkinan dan tanda kehamilan positif. (Varney, 2003).
Berikut tanda-tanda kehamilan :
1. Tanda kemungkinan
a) Amenorea (terlambat datang bulan)
b) Mual (nausea) dan muntah (emesis)
c) Ngidam
d) Sinkope (pingsan)
e) Payudara tegang
f) Sering miksi
2. Tanda tidak pasti
a) Rahim membesar, sesuai tuanya kehamilan
b) Pada pemeriksaan dalam dijumpai :
1) Tanda Hegar (servik lunak)
2) Tanda Chadwick (kebiru-biruan pada vagina)
3) Tanda Piscaseks (uterus membesar ke salah satu jurusan)
4) Kontraksi Braxton Hicks (uterus berkontraksi jika dirangsang)
5) Teraba ballotement (lentingan janin)
c) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Sebagian kemungkinan positif palsu.
3. Tanda pasti
a) Gerakan janin dalam rahim, 18 minggu (primigravida) dan 16 minggu (multigravida).
b) Terlihat/teraba gerakan janin dan bagian-bagian janin. Pemeriksaan dengan rontgen untuk melihat kerangka janin.
c) Denyut jantung janin dapat didengar dengan stetoskop laenec (18-20 minggu), alat kardiografi, alat doppler dan dilihat dengan ultrasonografi. (Manuaba, 1999).
B. Tujuan Asuhan Kehamilan
Baru setengah abad ini diadakan pengawasan wanita secara teratur dan tertentu. Dengan usaha ini ternyata angka mortbiditas dan mortalitas ibu dan bayi jelas menurun. Pada pengawasan wanita hamil hubungan dan pengertian baik antara bidan dan wanita hamil tersebut harus ada. Sedapt mungkin wanita tersebut diberi pengertian sedikit tentang kehamilan yang sedang dikandungnya. (Prawiroharjo, 2006).
Tujuan asuhan kehamilan, yaitu :
1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu serta bayi dengan memberikan pendidikan gizi dan proses kelahiran bayi.
2. Mendeteksi dan menatalaksakan komplikasi medis, bedah/obstetri selama kehamilan.
3. Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan mengahadapi komplikasi.
4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan perawatan puerpurium normal dan merawat anak secara fisik, psikologi dan sosial.
C. Jadwal kunjungan kehamilan
Menurut WHO, kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut :
1. Satu kali kunjungan selama trimester I (mulai konsepsi sampai sebelum minggu 14).
2. Satu kali kunjungan selama trimester II (antara minggu 14-28).
3. Dua kali kunjungan selama trimester III (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke 36).
Walaupun demikian, disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dengan jadwal : sampai dengan kehamilan 28 minggu periksa 4 minggu sekali, kehamilan 28-36 minggu perlu pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu satu minggu sekali. Bila ada masalah atau gangguan kehamilan ibu segera menemui petugas kesehatan profesional (bidan atau dokter) untuk penanganan lebih lanjut. (Varney, 2003).
D. Standar Pelayanan Antenatal
Standar pelayanan antenatal ada 6, antara lain :
1. Standar 3 : Indentifikasi ibu hamil
Bidan melakukan keunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
2. Standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Bidan memberikan sedikitnya empat kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk melihat apakah perkembangan berlangsaung normal.
Bidan harus mengenal kehamilan resiko tinggi / kelainan, khusunya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/ infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.

3. Standar 5 : Palpasi abdominal
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat.
4. Standar 6 : Pengelolaan anemia dalam kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala pre eklampsi lainnya. Serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
6. Standar 8 : Persiapan persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman. Serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk bila tiba-tiba terjadi kegawatdaruratan. Bidan hendaknya melakukan kujungan rumah untuk hal ini.
E. Prinsip asuhan kehamilan
1. Sedikitnya 4 kali datang berkunjung selama kehamilan.
2. Mengadakan hubungan atas dasar kepercayaan dengan bidan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4. Persiapan kesiagaan menghadapi komplikasi melahirkan.
5. Screening dan pendeteksian penyakit yang ada.
6. Pendeteksian secara dini serta pelaksanaan komplikasi.
7. Setiap kehamilan bisa mengalami resiko.
8. Rencana persiapan persalinan dan tanda-tanda bahaya harus dibahas pada setiap kunjungan.
F. Konsep asuhan kehamilan
1. Anamnesa
Pelaksanaanya dengan mengajukan pertanyaan tentang identitas, lama terlambat menstruasi, tanggal menstruasi terakhir dan keluhan yang berkaitan dengan kehamilan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum yang menilai keadaan umum (sehat, tampak sakit, pucat), pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan kulit (hiperpigmentasi, striae perut, sekitar puting susu).
3. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan payudara (pembuluh darah makin banyak, hiperpigmentasi areola mamae, puting makin hitam dan menonjol, payudara makin padat), pemeriksaan leopold, mendengarkan detak jantung janin, dan bila perlu pemeriksaan dalam.
4. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan dengan USG, rontgen, dan pemeriksaan laboratorium.





DAFTAR PUSTAKA

Hubertin, Sri Purwanti. 2003. “Buku Saku Untuk Bidan”. Jakarta : EGC.
Manuaba, IBG. 1998. “Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan”. Jakarta : EGC.
Prawiroharjo, Sarwono. 2005. “lmu kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Saifudin, dkk. 2002. “Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Salmah, dkk. 2006. “Asuhan Kebidanan Antenatal”. Jakarta : EGC.
Syahlan. 1997. 1996. “Kebidanan Komunitas” . Jakarta : DEPKES RI.
Verralis, Sylvia. 1997. “Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan”. Jakarta : EGC.
Varney, Helen. 2004. “Varney’s Midwifery 3rd”. Bandung : Sekeloa Publisher

Makalah ASKEB I

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Asuhan kehamilan adalah asuhan yang diberikan pada ibu hamil mulai konsepsi sampai dengan bayi lahir dengan selamat. Asuhan kehamilan dilakukan sejak ibu terlambat haid, sejak ibu merasa hamil dan sejak ibu pasti hamil. (Purwita, 2009).
Diagnosa kehamilan pada trimester pertama dan trimester kedua didasarkan pada presumsi dan tanda kehamilan yang mungkin. Kehamilan terlihat ketika terdapat tanda-tanda positif yang dapat diamati. Sejarah, fisik pelvic dan penemuan laboratorium yang mendasari data itu digunakan untuk membuat suati hasil diagnoda kehamilan secara rinci dihubungkan dengan presumsi, kemungkinan dan tanda kehamilan positif. (Varney, 2003).
Berikut tanda-tanda kehamilan :
1. Tanda kemungkinan
a) Amenorea (terlambat datang bulan)
b) Mual (nausea) dan muntah (emesis)
c) Ngidam
d) Sinkope (pingsan)
e) Payudara tegang
f) Sering miksi
2. Tanda tidak pasti
a) Rahim membesar, sesuai tuanya kehamilan
b) Pada pemeriksaan dalam dijumpai :
1) Tanda Hegar (servik lunak)
2) Tanda Chadwick (kebiru-biruan pada vagina)
3) Tanda Piscaseks (uterus membesar ke salah satu jurusan)
4) Kontraksi Braxton Hicks (uterus berkontraksi jika dirangsang)
5) Teraba ballotement (lentingan janin)
c) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Sebagian kemungkinan positif palsu.
3. Tanda pasti
a) Gerakan janin dalam rahim, 18 minggu (primigravida) dan 16 minggu (multigravida).
b) Terlihat/teraba gerakan janin dan bagian-bagian janin. Pemeriksaan dengan rontgen untuk melihat kerangka janin.
c) Denyut jantung janin dapat didengar dengan stetoskop laenec (18-20 minggu), alat kardiografi, alat doppler dan dilihat dengan ultrasonografi. (Manuaba, 1999).
B. Tujuan Asuhan Kehamilan
Baru setengah abad ini diadakan pengawasan wanita secara teratur dan tertentu. Dengan usaha ini ternyata angka mortbiditas dan mortalitas ibu dan bayi jelas menurun. Pada pengawasan wanita hamil hubungan dan pengertian baik antara bidan dan wanita hamil tersebut harus ada. Sedapt mungkin wanita tersebut diberi pengertian sedikit tentang kehamilan yang sedang dikandungnya. (Prawiroharjo, 2006).
Tujuan asuhan kehamilan, yaitu :
1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu serta bayi dengan memberikan pendidikan gizi dan proses kelahiran bayi.
2. Mendeteksi dan menatalaksakan komplikasi medis, bedah/obstetri selama kehamilan.
3. Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan mengahadapi komplikasi.
4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan perawatan puerpurium normal dan merawat anak secara fisik, psikologi dan sosial.
C. Jadwal kunjungan kehamilan
Menurut WHO, kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut :
1. Satu kali kunjungan selama trimester I (mulai konsepsi sampai sebelum minggu 14).
2. Satu kali kunjungan selama trimester II (antara minggu 14-28).
3. Dua kali kunjungan selama trimester III (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke 36).
Walaupun demikian, disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dengan jadwal : sampai dengan kehamilan 28 minggu periksa 4 minggu sekali, kehamilan 28-36 minggu perlu pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu satu minggu sekali. Bila ada masalah atau gangguan kehamilan ibu segera menemui petugas kesehatan profesional (bidan atau dokter) untuk penanganan lebih lanjut. (Varney, 2003).
D. Standar Pelayanan Antenatal
Standar pelayanan antenatal ada 6, antara lain :
1. Standar 3 : Indentifikasi ibu hamil
Bidan melakukan keunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarga agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
2. Standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Bidan memberikan sedikitnya empat kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk melihat apakah perkembangan berlangsaung normal.
Bidan harus mengenal kehamilan resiko tinggi / kelainan, khusunya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/ infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.

3. Standar 5 : Palpasi abdominal
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat.
4. Standar 6 : Pengelolaan anemia dalam kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Standar 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala pre eklampsi lainnya. Serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
6. Standar 8 : Persiapan persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman. Serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk bila tiba-tiba terjadi kegawatdaruratan. Bidan hendaknya melakukan kujungan rumah untuk hal ini.
E. Prinsip asuhan kehamilan
1. Sedikitnya 4 kali datang berkunjung selama kehamilan.
2. Mengadakan hubungan atas dasar kepercayaan dengan bidan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4. Persiapan kesiagaan menghadapi komplikasi melahirkan.
5. Screening dan pendeteksian penyakit yang ada.
6. Pendeteksian secara dini serta pelaksanaan komplikasi.
7. Setiap kehamilan bisa mengalami resiko.
8. Rencana persiapan persalinan dan tanda-tanda bahaya harus dibahas pada setiap kunjungan.
F. Konsep asuhan kehamilan
1. Anamnesa
Pelaksanaanya dengan mengajukan pertanyaan tentang identitas, lama terlambat menstruasi, tanggal menstruasi terakhir dan keluhan yang berkaitan dengan kehamilan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum yang menilai keadaan umum (sehat, tampak sakit, pucat), pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan kulit (hiperpigmentasi, striae perut, sekitar puting susu).
3. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan payudara (pembuluh darah makin banyak, hiperpigmentasi areola mamae, puting makin hitam dan menonjol, payudara makin padat), pemeriksaan leopold, mendengarkan detak jantung janin, dan bila perlu pemeriksaan dalam.
4. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan dengan USG, rontgen, dan pemeriksaan laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Hubertin, Sri Purwanti. 2003. “Buku Saku Untuk Bidan”. Jakarta : EGC.
Manuaba, IBG. 1998. “Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan”. Jakarta : EGC.
Prawiroharjo, Sarwono. 2005. “lmu kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Saifudin, dkk. 2002. “Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Salmah, dkk. 2006. “Asuhan Kebidanan Antenatal”. Jakarta : EGC.
Syahlan. 1997. 1996. “Kebidanan Komunitas” . Jakarta : DEPKES RI.
Verralis, Sylvia. 1997. “Anatomi dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan”. Jakarta : EGC.
Varney, Helen. 2004. “Varney’s Midwifery 3rd”. Bandung : Sekeloa Publisher

Kamis, 15 April 2010

Peritonitis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.
Peritonitis pada masa nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
1. Bagian-bagian peritoneum
a) Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.
b) Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum).









Gambar 1.1 Peritonitis

B. Etiologi

Penyebab peritonitis antara lain :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia) yang menyebar melalui pembuluh limfe uterus
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum disebut peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari seluruh kematian akibat infeksi.

C. Patofisologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik ; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terjadiya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya motilitas usus dan menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

D. Manifestasi klinis

1. Pelvioperitonitis adalah peritonitis terjadi sebatas daerah pelvis, gejalanya:
a) Demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap baik, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang). Bila hal ini dijumpai maka nanah harus dikeluarkan dengan kolpotomi posterior, supaya nanah tidak keluar menembus rektum.
2. Peritonitis umum adalah berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen dan merupakan penyakit berat, gejala umumnya:
a) Suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang semula kemerah merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin disebut facies hippocratica.

Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar. Mortalitas peritonitis umum tinggi.




E. Diagnosis
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan laboratorium, X-Ray dan radiologis.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
2. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
3. Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a) Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.
c) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.

Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi. Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.

F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a) Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan faktor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan. Serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
b) Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
c) Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
2. Pengobatan
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
d) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.


G. Komplikasi
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status narkose penderita pascaoperasi.
H. Prognosis
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
2. Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
3. Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
4. Manifestasi klinis
a) Pelvioperitonitis adalah peritonitis terjadi sebatas daerah pelvis, gejalanya: Demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap baik, kavum douglasi menonjol karena adanya abses (kadang-kadang).
b) Peritonitis umum gejala umumnya: Suhu tubuh meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang semula kemerah merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin disebut facies hippocratica.
5. Diagnosis
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan X-Ray
c) Pemeriksaan radiologis
6. Penatalaksanaan
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
b) Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
d) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
7. Komplikasinya pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses.
8. Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen











DAFTAR PUSTAKA

Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran. Ed:3; Jilid: 2; p 302-321. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Putz.R., Pabst.R.. 1997. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC
Darmawan. M. 1995. Peritonitis dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUI
Anonim, 1998. Dorland, Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : FKUI